Sebagai masyarakat, komunitas muslim, pernah nyantri atau sekedar menyaksikan beberapa pengajian asuhan alm KH Abdusomad Nirbitan Solo tentu merasa eman eman bila stagnan atau berhenti. Tulisan ini dibuat setelah bebarapa kali ziarah ke makam alm kyai idris jamsaren yang sudah mulai dirapikan karena sebagai aset dan cagar budaya lokal. Saat tulisan tentang makam ini dibuat, kondisi makam tsb masih membuat miris, yakni kotor dan nampak tak terawat. Sementara beliau Imam besar di zamannya, dan memegang teguh tariqoh Sadziliyah yang konsisten, tariqoh semacam jalan menuju saja, tetap berdasar warisan utama Nabi Muhammad SAW sebagai rujukan. Murid beliau yang akhirnya menjadi menantu adalah alm KH Abu Amar Jamsaren penerus tonggak ponpes Jamsaren. dari beliau menurunkan ulama ulama spt : alm KH Ali Darokah, alm KH Bilal, alm KH Sahlan dan alm KH Jamaludin (mukim di Assalam Pabelan sejak pensiun hingga wafatnya), alm KH Arkanudin Masruri  (ahli kristologi klas dunia, Guru alm Bp Solihan Mahdum Cahyono Kauman) dll. 

makam kyai idris jamsaren usai rehab & pembersihan

Sementara alm KH Abdusomad murid dari alm KH Abu Amar Jamsaren dan diambil menantu dengan dijodohkan putri satu satunya alm Nyai Hj. Umul Kirom, yang biasa penulis panggil Mbah Putri. Guratan sepenggal sejarah ini meski sedikit, namun miliki banyak arti dan manfaat yakni jalur atau laju keilmuwan alm KH Abdusomad cukup representatif dengan bersambung pada alm KH Idris, dimana beliau adalah murid alm KH Soleh Darat Semarang. Tentu tak salah bila alm KH Idris seperjuangan dengan para pendiri ormas besar saat ini (NU dan MD atau Muhamadiyah). Al Islam lahir disebabkan ada polarisasi NU dan MD yang cukup besar saat itu dan hal ini semacam jalan tengah diantara 2 keadaan yang mengkutub meski para pendiri baik NU dan MD kawan seperjuangan saat di Timur Tengah.

inset foto : wafat nya nyai besar jamsaren generasi terakhir th 2024
bu nyai ali darokah wafat blm lama

KH Ali Darokah mempunyai hubungan serasi saat alm Habib Muhamad Anies hidup. Satu sebagai ketua Majelis Ulama Surakarta dan satunya penerus alm Habib Ali Yaman yang terkenal kewalian dan kealiman nya. Saudara Habib Ali Yaman adalah Guru Besar di Makkah dan menjadi Guru para pendiri ormas ormas besar Indonesia. Hubungan Kyai tradisonal dan habaib ini dalam rangka mengkritisi kehadiran Syiah di Indonesia yang sudah mulai gencar saat itu, Demikian penuturan Habib Hasan (putra alm Habib Anis yang memegang majelis Masjid Riyad saat ini) kepada penulis. Di selal sela usai majelis rouhah (siang), terkadang bincang bincang singkat dengan keluarga habaib ini, dimana istri Habib Hasan adalah adik Habib Syeh yang familier dengan sholawatannya. Habib Syeh pernah menjadi siswa Al Islam Honggowongso meski hanya 1 th, lalu diambil ortunya untuk disekolahkan di Yaman. Sementara senior habib saat ini adalah Habib Alwi adalah alumni Al Islam 89 dan pernah mondok di Jamsaren.

hbb hasan (tengah) penyambung dg kyai ali darokah

Sementara alm KH Abdusomad pernah menjalin dengan komunitas orang Arab saat pembangunan masjid An Ni'mah Joyontakan (Tanjunganom) yang letaknya kiri jalan arah dari Solo - Solo Baru yang bernama alm Ismail. Juga dengan alm Abdulah Tufail Saputra (MTA), alm Abdullah Sungkar. perintis ponpes Ngruki bersama ust ABB. Sedang ust ABB yang saat ini masih ada, termasuk sosok muda yang saat itu rajin sowan bulanan ke Nirbitan. Penulis yang masih bocah waktu itu sebagai membantu sang kakek urusan akomodasi tamu sekitar th 80 an hingga ust ABB pergi ke Malaysia karena dikejar kejar rejim Orba bersama ust Abdulah Sungkar. Lalu apa yang diajarkan alm KH Abdusomad Nirbitan baik di masjid, rumah dan pondoknya.

Penulis yang merupakan cucu dari putri kedua beliau almarhumah Umul Husna Kholil (guru hadist klas 1 SMP Al Islam 1 Surakarta). Sempat mengenyam pendidikan non formal namun berkesan (masih ingat hingga saat ini)  termasuk beberapa personal kampung yang akhirnya dibina simbah kakung bisa mengaji. Sebut saja alm Bp Gunadi, yang akhirnya bisa Qiroah dari 0 serta dipakai komunitas muslim kampung saat pembukaan pengajian khusus wilayah Tipes Surakarta. Di pondoknya, alm KH Abdusomad mengajarkan : Tajwid, Hadist Muwatho' di rumah @malam Jumah. Tafsir berbahasa Jawa, sementara hadist Riyadus Salihin dipegang oleh putra beliau yakni alm KH Ahmad Musthofa. Saat awal awal menjadi menantu Jamsaren, simbah kakung (demikian panggilan penulis) sempat dikirim ke Tebuireng bersama Kyai Bilal Kauman. Namun hanya itu berselang 1 th saja karena Al Islam lebih membutuhkan. 

inzet foto bawah : dari kiri alm KH Mursidi, alm KH Abdusomad (jubah putih), alm KH M Bilal Kauman (kacamata), alm H A Dahlan (adik kandung abdusomad), mempelai pria Bp Uuk Safrudin (pernah ngajar bhs Indonesia SMP Al Islam 1 Begalon

momen penting kakak penulis ijab qabul di al huda

Hingga alm KH Abdusomad wafat 1987, penulis sempat memperoleh materi : tajwid (khatam selama 5 th bersama santri Nirbitan, tafsir terputus putus karena sudah memasuki usia sakit/ sepuh, serta Muwatho' yang terputus putus) disebablan tahun 1985 sudah mulai sakit sakitan. Beliau wafat dalam usia 87 th. Sementara penerusnya putra beliau alm KH Musthofa sudah terlalu banyak mengampu pelajaran di MA SMA Al Islam hanya meneruskan Riyadus Salihin saja di pondok. Di sekolah pelajaran yang dibawa KH Mustofa : Tarikh Tasyri (semacam sejarah atau shiroh), Balaghoh, Mustholah Hadist, Tafsir. KH Musthofa sempat mengaji pada beberapa Guru diantaranya  alm KH Ma'muri putra alm KH Ghozali Begalon.  Beliau wafat 10 th setelah ayahandanya yakni 1997. 

Saat ini yang masih berlangsung di komplek Nirbitan tinggal ini sementara ponpes nya masih vakum. Penulis, alhamdulillah bisa berkesempatan atas idzin Alloh SWT mengambil materi atau ta'lim di majelis habaib penerus alm Habib Anis di masjid Riyad berbagai materi seperti : tafsir, hadist bukhory, shiroh, fikih, ihya' ulumudin. Meski baru berjalan kurang lebih 3 th namun manfaatnya sangat nyata. Maklum majelis habaib mengedepankan kajian kitab kitab berbahasa arab dan rekomendasinya berskala  internasional. Dan sebulan sekali di masjid Al Huda pengajian dari Muhamadiyah, kebetulan putra alm KH Abdusomad paling kecil sejak muda memang berada serta aktif di MD dengan posisi cukup penting (KH Anwar Sholeh), terlebih saat ini.

Memang generasi saat ini (penerus) tak bisa menyamai pendahulunya, paling tidak gema, awu dlm bahasa jawa  (abu, bekas) nya masih ada. Jangan hilang sama sekali. Seperti dawuh alm KH Maemun Zubeir, makin lama memang ilmu agama akan tergerus zaman namun jangan lupakan jadwal dan waktu untuk mengaji tetap dihidupkan. Apapun wahana dan bentuknya. Masing masing generasi ada kelebihan sekaligus ada kekurangannya.