Yahh.........Pagar Makan Tanaman itu biasa masyarakat dengar khususnya bagi usia yang sudah landing dari ABG nya, karena kiasan ini menjadi salah manakala diartikan dengan apa adanya. Pagar benda mati, tanaman benda hidup. Inilah kekuatan ungkapan yang diyakini hingga kini tetap solid dan berlaku. Sementara Pagar Makan Lautan, ini jelas bid'ah nya (sesuatu yang dianggap cacat dalam khazanah islam)...hehehehe. Tidak dikenal alias tidak familier. Namun akhir akhir ini menjadi ramai karena memang ada kejadian pemetaan bahkan sudah terinstal beberapa bambu yang fungsinya sebagai batas (benchmarking) di laut dikuatkan dengan terbitnya surat HGU (Hak Guna Usaha). Keluarnya surat yang hasil legalisasi negara ini mengundang banyak pertanyaan. Laut atau perariran bisa dimiliki oleh privat atau badan (lembaga).
![]() |
informasi gambar dari tribun kaltim |
Tak pelak lagi, BPN sebagai instansi tunggal penerbit surat berharga atau sertifikat akan kebanjiran pertanyaan, komentar, tanggapan yang jelas pro dan kontra. Maklum lah brother......Netizen Indonesia paling ditakuti di dunia khususnya media sosial apapun perangkat atau platfornya. Sebagai insan yang pernah mengenyam wawasan bidang survey dan pemetaan, terbitnya surat tersebut jelas sebuah tindakan tidak biasa atau bias. Mengacu pada UUD 1945 bahwa sumber daya baik bumi (tanah), air, udara dikelola oleh negara sementara kepemilikan akan mengacu aturan aturan yang ada dan bisa dikatakan ketat. Tanah secara umum bisa dimiliki oleh siapapun baik privat atau lembaga. Lembaga swasta ataupun negara. Sementara air dan udara ?. Jelas warga tak ada kemampuan untuk terlibat langsung dengannya.
Negara kita (baca indonesia) pasca rejim yang lalu memang banyak menuai kontoversi akibat perkembangan infrastrukstur yang masif sementara kesiapan SDM dan keterlibatan masyarakat masih tanda tanya. IKN serta prasarana lain yang sangat besar investasi belum sebanding dengan tingkat kesediaan lapangan kerja khususnya pribumi yang kebanyakan investasi ini melibatkan luar negara indoensia. Sementara kondisi belum pulih pasca Covid-19 masih menghantui sebagian kalangan (baca pelaku usaha). Efeknya adalah harga harga kebutuhan yang tingkat pokok pun alami kenaikan yang signifikan.
inzet video sebaran medsos whatsapp
Bebarapa PR berupa korupsi kelas gajah masih menjadi PR yang cukup berat bagi rejim saat ini karena jumlah demikian besar tak mungkin tidak berjamaah. Akankah lembaga kompeten semacam KPK berani usut semua ?. Semoga saja demikian. Tentu proses pemagaran (baca pemetaan) baik pengukuran dan pemasangan beberapa bambu kokoh di laut memakan biaya tak sedikit. Akankah nelayan yang berbuat ?. Realis sajalah, untuk apa nelayan repot repot memikirkan bahkan mengerjakan hal hal ini. Karena terbitnya surat (sertifikat) bisa saja selembar dua lembar, tingkat kerumitannya cukup panjang jika berjalan normal. Berarti dengan cepatnya patokisasi laut ini sebuah tindakan abnormal ?. Yaah...jawabnya...hehehehe. Sebagai insan pemetaan, surveying, hidrograhic surveying dan semisal akan paham semua ini.
Insan insan pakar kelautan Indonesia, bisa dikatakan sudah landing tingkat Asia hingga dunia dengan banyaknya master serta doktor doktor kelautan. Tapi toh semuanya akan tunduk dan tak berdaya manakala menghadapi hagemoni kekuasaan yang sudah merambah segala bidang. Aspek teknologi mungkin dapat, namun estetika dan birokrasi mulai diterabas seperti jalan tol yang sudah lebih dulu eksis dan menjadi progres awal awal. Semoga akan cepat terungkap bagaimana rejim baru menghadapi PR PR yang ternyata tak mudah dikerjakan karena PR PR nya memang bukan di sekolah. Inilah ide malam ini dengan tajuk Pagar Makan Tanaman Dan Pagar Makan Lautan
Wallohu A'lam
4 Comments
#mexico, welcome
ReplyDelete#kanada, welcome
ReplyDelete#thailand, welcome
ReplyDelete
ReplyDeletePakistan, seeing
terimakasih sudah atensi