Seakan tidak mungkin makhluk mati sebesar langit bisa bicara, apalagi kepada manusia ?. Baiklah kanjeng pembaca yang budiman. Ada sebuah riwayat dari sahabat nabi yang agung Abu Hurairoh RA, diriwayatkan Imam Muslim tersebut dalam karya besar Imam Nawawi halaman 140 nomor 562, atau terjemahan indonesia jilid-1 halaman : 529 nomor hadist 19 Bab  Murah Hati dan Suka Berinfaq. 

sebuah ilustrasi awan (sumber : wallhere)

Nabi Muhammad SAW mengisahkan, zaman dulu (bani israil) saat ada orang laki laki berjalan di parit yang merupakan potongan dari bumi lalu orang itu mendengar suara dari awan (langit) dg suara siramilah sawah/ ladang fulan . Fulan ini sebut saja : Ahmad biar mudah mengingat ( tambahan dari penulis ). kemudian awan itu menyiram ladang itu lewat parit parit tersebut. Mengalirlah air di parit parit tsb ke sawah Ahmad sementara Ahmad sedang berdiri di tengah tengah ladang ( kebun ). Orang laki laki yg lewat tersebut, mendatangi Ahmad, lalu menanyakan : siapa nama anda ?, jawab orang yg di tengah kebun/ ladang : nama saya Ahmad. Lalu penanya menyebutkan tadi awan di langit menyerukan nama anda, ternyata anda sekarang sudah di hadapan saya. Sebutkan, amalan apa yang anda ( ahmad ) lakukan, hingga langit menyebut nyebut nama anda.

Jawab Ahmad : saya selalu memperhatikan hasil pertanian/ ladang saya bila panen. 1/3 saya sedekahkan, 1/3 untuk keluarga saya, 1/3 lagi untuk persiapan atau modal pembibitan lagi.

Imam Nawawi, penulis karya besar Riyadus Salihin (taman taman orang orang salih) menambahkan keterangan : air mengalir seiring parit yang terbentuk, padahal batu batuan hitam cukup banyak sepanjang parit. Air tetap mengarah ke ladang Ahmad tersebut.

Model kesaktian, keampuhan seseorang sebelum rosul terakhir memang banyak dikisahkan baik lewat sumber yang baik ( hadist sahih ) atau taambahan tambahannya ( sumber yang lemah ). Selama itu dari sumber yang sahih, silakan diambil hikmah dan pelajaran, dan masih bisa dipakai hingga sekarang selama itu tidak menyangkut ibadah murni (mahdhoh). Apalagi tabiat petani, anggap saja Ahmad diatas ternyata amalannya bisa dilakukan hingga sekarang. Namun tidak perlu berharap sebutan atau panggilan dari langit, ini bedanya dengan umat/ kaum dahulu. Umat dahulu terkadang diberikan perumpamaan demikian, sebab zaman itu memang kemajuan masih serba alami, belum banyak melibatkan teknologi tinggi meski cara yang ditempuh cukup jeli dan teliti.

Maksud disini diantaranya, cukup jeli karena masih memakai argumen, perkiraan belum sebaik hitungan atau kalkulasi saat ini yakni misal menimbang hasil dengan timbangan digital, angkutan yang praktis, penjualan atau pembelian yang menggunakan sarana lebih luwes/ fleksibel. Tidak perlu menyamakan dengan hasil pertanian, hasil apapun asal itu dari tangan, karya. berkat kerja tangan sendiri lalu mempunyai niat atau berkeinginan agar bermakna silakan tirulah Ahmad tersebut di atas. Karena sempat terjadi dengan kejadian di muka bumi ini yakni Ketika  Awan Di Langit Bicara dengan model amaliyah di atas.