Menjelang ramadhan masyarakat khususnya muslimin & muslimat indonesia, tentu akan terbawa arus pengumuman tentang awal ramadhan yakni ikuti hisab atau rukyat (dari pemerintah). Berkembangnya iptek baik sarana, tools dan metode hitungan dengan computerized, memudahkan pelaksanaan diantara syariat (rukun islam ini). Adapun sholat, pemakaian iptek minimum jadwal metrik digital yang biasanya ada di sebelah atas tiap masjid, cukup membantu para pelaksana seperti muadzin baik waktu/ saatnya adzan atau saat iqomah yang semuanya ditandai dengan sinyal atau bunyi tertentu, meskipun rujukannya tetap ada yakni berapa lama saat adzan serta iqomah dilaksanakan. Yang pasti kedua duanya mengambil rujukan utama yakni Al Quran & Al Hadist, serta kaidah kaidah yang umum dan sering dipakai para Ulama hingga saat ini.

A. Hisab

Dengan dasar QS. Yunus : 5


Orang orang yang mengetahui, lebih dalam lagi adalah mereka yang memang mendalami hingga menguasai ilmu/ bidang : astronomi, matematika, falak, geografi dll didampingi mereka mereka yang paham Al Quran & Al Hadist. Hanya patokan isyarat Rasululloh SAW adalah bahwa 1 bulan itu besarnya : 29 hari & 30 hari. Bedakan dengan sistem kabisat yang masih ada : 31 hari, 28 hari. Acuan yang dipakai, tersebut dalam ayat tersebut adalah :

  1. Bulan sebagai obyek yang akan ditentukan, meski sinar tetap dari matahari
  2. Mengetahui bilangan (besarnya hari atau jumlah hari yang akan dicari)
  3. Penciptaan bulan & matahari mustahil mengandung kebohongan, karena sdh dinyatakan Alloh SWT (sang pencipta) 2 makhluq itu.
  4. Agar penentuan dilakukan orang orang yang ahli (mengetahui), awam sangat sangat tidak diperkenankan (cukup ikuti fatwa/ pengumuman saja)
  5. Range jumlah hari antara 29 - 30 hari (sabda Nabi Muhammad SAW)
Yang jadi persoalan adalah metode untuk menghitung bahwa bulan ini (anggap saja akhir bulan sya'ban yang bertepatan dengan awal Mei 2019), apakah berumur 29 atau 30 hari ?. Kemajuan teknologi sofware, komputasi, istilah ilmiah yakni azimut. lintang bujur, deklinasi, besaran derajat menit detik hingga akurasi 1/100 bahkan 1/1000 mudah sekali ditentukan. Praktisi pun baik di lapangan atau studio, sudah akrab dengan besaran, formula (rumus) yang mereka bekerja di bidang itu. Contoh nyata adalah : kalender lengkap untuk 1, 2, 3 bahkan bisa 5 tahun y.a.d bisa ditentukan sekarang. Bahkan di kalender yang pemirsa punya : tanggal 6 Mei besok adalah perkiraan 1 ramadhan, dan ormas Muhamadiyah secara nasional sudah umumkan itu dengan mantab.

Alur pemikirannya adalah dari dasar/ dalil : bulan, matahari, orbit, bilangan bulan, bilangan tahun, cahaya matahari, orang orang yang mengetahui (ahli), secara langsung " tidak mengemukakan cara hitung bagaimana ", dengan cara apa, alatnya apa, lalu muncul istilah astronom, software expert dll muncul setelah berkembangnya manusia baik budaya, sosial, ekonomi, budaya dan teknik. Dari bunyi ayat ayat asli, diturunkan menjadi teknik, metodologi, cara dll akhirnya menghasilkan " sebuah kesimpulan ". Kesimpulan ini nanti akan jadi ketentuan fatwa, dan diketahui oleh pimpinan ormas yang tentu di ormas tsb terdapat beberapa pakar yang kompeten untuk bidang itu.

Bedakan dengan perintah, misalnya : Shubuh itu 2 roka'at, Maghrib 3 roka'at. Dalam haji, misalnya Thowaf mengelilingi ka'bah 7X, Sa'i antara Shofa-Marwa (tidak boleh dirubah), haji itu di Makkah (tdk bisa di tempat lain ) dll. Perintah ini tidak boleh ada pengembangan dalam hal jumlah rekaat atau tatacara (urut urutannya)

Sementara Ru'yat : melihat langsung, tentang posisinya dimana, alat nya dengan apa semua menjadi wewenang kemenag RI yang sudah berjalan beberapa tahun. Sabda Nabi Muhammad SAW, hanya menegaskan  asal melihat langsung. Hanya karena sikon Indonesia beda dg Timur Tengah (banyak halangan dll), umumnya dipilih dipinggir pantai dengan lokasi beberapa titik.

Bisa dengan mata bila mampu, dan pernah terjadi zaman Nabi Muhammad SAW yakni 9X ramadhan, yang 8X para sahabatlah yang melapor dan melihat dan akhirnya disetujui oleh nabi Muhammad SAW sehingga jatuhlah keputusan saat itu untuk kapan lakukan puasa.


B. Tahlilan

Sama seperti Hisab, metoda yang dipakai bukan dengan alat, hitungan, formula dsb, akan tetapi memakai kaidah kaidah yang dikenal khazanah nya, terutama kalangan pondok pesantren baik salafiyah murni atau salafiyah plus (ada pelajaran umum nya seperti sekolah sekolah lainnya). Nukilan ayat yang dipakai adalah tersebut dalam Al Quran Surah Al hasyr : 10

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang".

Bilamana disesuaikan saat ayat itu turun (Muhajirin-Anshor), tentu maknanya menjadi sempit. Namun bila dianotasikan bahwa Generasi mereka adalah sahabat, lalu tabi'in-1, tabiut tabi'in (tabi'in-2), tabiut tabi'it tabi'in (tabi'in-3) dst...dst, maka kita saat ini jatuh ke : tabi'in 14 (1440 H). Dengan interval @100 tahun, tidak salah sebutan saat ini untuk umat Nabi Muhammad SAW : ke-15. Atau cukup kita sebut untuk mudahnya saja, misal T-15.

Makna lain yang bisa diambil, sebagaimana pengambilan Hisab (QS  Al Hasyr 10-12) sebagai berikut :
  1. Mereka yang datang sesudah Muhajin-Anshor adalah umat saat ini (T-15)
  2. Mereka suka memintakan ampun kepada yang sudah wafat dalam keadaan beriman (tentu saja wafat dalam keadaan muslim), kafir jelas tidak masuk.
  3. Meminta permohonan agar dijauhkan dari kedengkian diantara kalangan yang sudah ngaku beriman (lebih enak nya sesama muslim saja)
  4. Ihitiar/ usaha mendoakan sdr, kawan, teman dll sodara seiman itu dalam rangka mengagungkan Alloh SWT Yang maha Penyantun & Penyayang
Langsung ke pembahasan, karena perintah langsung tidak ada akan tetapi berargumen spt amaliyah Hisab yang artinya hitungan ternyata memerlukan cara, metode, alat dll.

ngopi dulu braath....kawan...sobat.....hehehehe, slow tapi pasti sajalah

  1. Mereka, adalah bentuk jama' (plural : minim 3 orang dalam bhs arab) lalu diikuti fi'il mudhori' (diantara maknanya adalah : masih berlangsung sampai sekarang), amaliyah ini tdk sebatas era sahabat-tabi'in 1, tabi'in 2 saja, akan tetapi masih saat ini T-14 bahkan masih sampai T- tak terbatas. Dalam bahasa yang lazim, kolektiv minim 3 orang atau lebih akhirnya disebut dengan " kumpulan, rombongan, jama'ah, regu " dll. Terserah dinamakan apa menurut sikon daerah masing masing
  2. Memintakan Ampun, atau dengan kata lain si almarhum/ almarhumah dimintakan ampun yakni dengan membaca doa isinya ampunan, minim spt yang termaktub dalam sholat jenazah. Mendoakan orang yg sdh wafat, dengan bahasa lain : mengirimkan do'a (bukan untuk diri sendiri).
  3. Lalu kenapa disebut dengan Tahlilan ?
Imam Ahmad Bin Hambal Asyaebani Rahimallohu Lahu, dalam kitabnya jilid 8 dari karya nya 24 jilid dalam Fathur Robbani Limusnad Ahmad ibnil Hambal menyatakan, bahwa mengadakan jamaah untuk si mayit (kematian) minim ada 3 syarat. Mengenai Imam Ahmad bisa simak bigrafinya disini. Syarat ketiganya adanya unsur :
  • Doa 
  • Dzikir & Bacaan Quran
  • Sedekah
Yang harus diperhatikan adalah, uraiannya sebagai berikut :

1. DO'A

Yang jelas adalah mendoakan mayyit baik sodara atau bukan. Karena dalam ayat 10 Al Hasyr memintakan ampun, otomatis semacam istighfar dan yang bagus seperti dalam ayat itu, yaitu sambil menyebut nama diselipkan dalam doa tsb. Redaksi nya mengambil dr ayat itu 

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا 
لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
  
        
2.  Dzikir 

Biasanya terdiri dari : istighfar, tasbih, tahlil. Lalu dilanjutkan dengan membaca Al Quran yang umumnya surah Yasin serta 3 surah akhir akhir dalam Al Quran (Al Falaq, Annas, Al Ikhlas)

Dzikir yang paling uatama adalah : Tahlil (Laa Ilaaha Illalloh), banyak hadist yang menyebutkan demikian. Dalam bahasa Arab Tahlilal itu akar katanya : Hallala, Yuhallilu, Tahliilan

Tahlilan : Membaca tahlil baik secara perorangan atau bersama sama, dan akhirnya diambil nama inilah sebagai acara inti dengan nama Tahlilan

Umumnya tahlilan terdiri dari 3 acara/ pembacaan : istighfar, tasbih dan tahlil, dan akhirnya menjadi nama yang umum dan diketahui bersama. Bukan nama tradisi, namun memang asli dari bhs arab.

Menyebut 1 nama (istilah) namun yang dimaksudkan adalah banyak ini memang biasa dikenal baik dalam hadist atau Al Quran (dzikrul juz, yuriidul kull). Terjemahannya menyebut sebagian namun yg dimaksudkan adalah banyak. Contoh Wedangan. Orang wedangan tak hanya minum saja (wedang : argumen bhs jawa adalah minum). Kadang saat wedangan isinya : ngobrol, transaksi, chating, WA nan hingga Online an). Tapi tetap disebut Wedangan saja.

3. Sedekah

Membuat acara atau tradisi sedekahan yang akhirnya disebut dengan sedekahan, yakni menjamu tamu baik di tempat atau dibawa pulang. menjamu tamu adalah bagian dari sunnah, yakni menghormati tamu.


alm KH Sahroni Ahmadi  (kiri)

Inilah diantara khazanah amliyah yang telah dijelaskan oleh almukarrom alm.KH Sahroni Ahmadi saat menjelaskan QS Al Hasyr 10-12. Dengan demikian tahlilan, justru tradisi dalam islam dan tak ada 1 pun di dalamnya yang kontra dengan Al Quran dan Sunnah. Jika ada yang melarangnya, mustinya juga dibawakan dalil atau hujjah nya.


Kesimpulannya adalah baik pengambilan metodologi Hisab serta Tahlilan, keduanya diantara pengembangan serta ekspresi dari ayat ayat Al Quran dalam bentuk amaliyah real (nyata). Sehingga kepada pihak pihak yang sering mempermasalahkan, setelah diurai dengan disiplin masing masing baik iptek, rumus, hitungan serta kaidah kaidah dalam khazanah islam : ternyata memerlukan kajian yang cukup dalam (sesuai keahlian). Hitungan memerlukan ilmu matematika yang dipakai dalam Hisab, serta ilmu bhs Arab dipakai dalam menguraikan kata Tahlilan. Semua adalah ilmu tersendiri, yang asalnya juga dari Alloh SWT.


Wallohu A'lam.