Belum lama muncul ini pidato (ceramah) yang intinya : anak anak yang diasuh kakek/ nenek umumnya tidak terurus dengan baik, yang akhirnya memunculkan kontroversi di media sosial beberapa waktu lalu bahkan hingga saat ini cahpondokkan pun masih ingat dengan sebut nabi saat kecilpun demikian demikian (kurang etis dinyatakan). Semoga itu ucapan pribadi saja, yang tidak mutlak mendasarkan kepada nabi Muhammad SAW saja . Akan tetapi ucapan kontroversial jangan menimpa kepada nabi rosul yang lain. Dengan permintaan maaf di kemudian hari dari yang menyampaikan ceramah (Gus M), semoga menjadi peringatan penting yang tidak akan terulang. Pengalaman penulis yang kebetulan sempat diasuh kakek (dalam hal pengajaran islam) disamping pelajaran formal di sekolah (SMP Al Islam 1 Solo), serta sebagian waktu SMA Al islam I Solo (kakek mulai sakit agak serius saat kelas II SMA) tentu bila hanya andalkan pelajaran sekolah, wawasan dan pengetahuan masih minim sekali. Namun pengaruh secara tak langsung justru diperoleh dengan sahabat sahabat kakek (alm).

Kenapa bisa demikian ?. Saat SD yang masih polos dan lugu yang merupakan dunianya anak anak dan bermain, di rumah (pendopo) kakek alm. sudah diadakan pengajian rutinan malam jum'at tiap habis Isya' dengan pembacaan Al Muwatho' nya Imam Malik Bin Anas (kitab kuning pertama di kancah dunia kitab klasik). Tamat SD, sudah khatam (lulus) ilmu tajwid juga dengan pengajaran langsung kakek (alm) termasuk memperoleh seni beliau dalam hal mengajar (salah lafadz dipukul ringan sampai betul pengucapan huruf huruf hijaiyah nya) sampai dengan semakan hingga khatam Al Quran,  yakni bersama anak anak pondok pesantren Nirbitan Solo. 

keakraban cucu dengan kakek

Di lingkup pengajian kitab Al Muwatho', meski hanya sebatas menghidangkan minuman, snack dan terkadang makanan berat (piringan) justru inilah magnit yang kuat untuk menjalin dengan rekan rekan kakek (alm). Keluarga ayahanda (alm) Jawa Timur sudah kurang berbekas ruh diniyah nya, akibat persoalan klasik tentang harta peninggalan (warisan) yang sering mengundang konflik internal. Maklum Yayasan As Sholeh Nganjuk rintisan ayahanda (alm) ditinggalkan dalam keadaan kurang terurus dan terawat mesti bangunan fisik hingga saat ini masih utuh. Alhamdulillah, berkat reuni besar II bulan Agustus 2019 lalu berhasil mengumpulkan balung pisang keluarga besar Bani Syukur (kakeknya ayah) dan sepertinya ada sinaran baru bahwa yayasan akan tetap eksis, sebab dari 17 Bani yang hadir semuanya guyub rukun membangun tinggalan putranya (As Sholeh) yang monumental dan legendaris yang berdiri saat ayahanda (alm) masih muda.

kolaborasi kakek dan cucu dalam sebuah acara

Sebenarnya tulisan ini masuk ranah private (pribadi) akan tetapi ceramah Gus M tersebut, perlu kontra ilmiah bahwa pendidikan asuhan kakek tidak selamanya tidak terurus dengan baik. Kami ingin membuktikan itu, kontra dengan itu dan melawan dengan konklusi (kesimpulan) demikian. Bila kembali pada kisah anak hingga pemuda Muhammad yang belum menjadi Nabi/ Rosul lalu dihubungkan dengan Fathu Makkah (pembebasan Makkah) serta pembebasan daerah sekitar dalam perang Hunain misalnya, yang menjadi penyemangat justru saat Rasululloh SAW dengan suara kencang dan jelas mengumandangkan :

Ana Ibnul Mutholib, Ana Ibnul Mutholib ....(saya anak Abdul Mutholib, saya anak Abdul Mutholib). 

Muslimin paham, Abdul Mutholib adalah nama kakeknya, kenapa disebut dan disuarakan dengan keras ? Tidak lain karena semangat yang sudah pupus, semangat muslimin hilang saat itu. Meski jumlah banyak, akan tetapi strategi pasukan musuh islam sangat jitu, bahkan pasukan muslimin pun sempat mundur dan kocar kacir. Dengan disuarakannya nama Abdul Mutholib (nama kakek baginda Nabi Muhammad SAW) maka bangkitlah muslimin saat itu meski hanya dengan 200 personil yang bangkit di medan laga, akhirnya berhasil memenangkan perang Hunain (Dr. Said Ramadhan Al Buthy, Fikih Shiroh). 

inzet video : kekompakan habib syeh dengan cucu nya (muhammad al hadi)

Penulis pun bila mengingat biji  yang saat itu ditanamkan dengan pola tanam sederhana sekali, yakni membantu pelayanan para murid kakek (alm) saat pengajian Al Muwatho', Ternyata inilah yang akhirnya menjadi main spirit, dan buahnya hingga saat ini dan detik ini. Buah itu adalah penulis ingin menghidupkan kembali pengajian yang dulu dirintis oleh kakek (alm). Di samping itu rekan kami yang usianya selisih 1 th saja, ternyata di tempat tinggalnya sekarang (di kota B Jawa Tengah) juga merintis pengajian Riyadus Salihin yang kebetulan dulu dirintis oleh putra paling besar kakek (alm). Ternyata pengajaran kakek (alm) cukup membekas, walaupun tanpa instruksi serta pesan khusus : agar besok demikian demikian.

Dengan kebesaran nama Abdul Mutholib di lingkup Bani Hasyim yang merupakan pengurus siqoyah (pengurus pembagian bekal dan air minum) dan rifadah (pengurus pengumpulan para dermawan untuk selanjutnya dibagikan pada tamu tamu haji) di Makkah, tentu sedikit banyak mempengaruhi karakter Muhammad muda walaupun belum diangkat menjadi Nabi/ Rosul. Pengaruhnya tentu yang berkaitan langsung adalah : manajemen pembagian, majemen waktu, manejemen kepercayaan, perkenalan relasi baru kawan kawan kakeknya dll, sebab yang diurus adalah tamu tamu antar wilayah dan tak sedikit dari luar Arab. Meskipun kurang dari 10 th asuhan kakeknya, Muhammad muda tetap dapat mengambil nilai nilai dari kemasyhuran sosok Abdul Mutholib juga sebagai tokoh disegani di kalangan Quraisy serta Bani Hasyim.