Terus terang untuk menuliskan blog tentang kegamaan dan seputarnya tidak semudah kisah pribadi, catatan harian, bahkan serumit tutorial pun atau yang ringan ringan yang umumnya sekedar copy paste seperti resep masakan serta cara cara membuat sesuatu baik dengan tulisan, atau gambar bergerak (video). Tetap mengikuti garis garis sebelumnya, yakni memang asli tulisan baik manual atau digital. Mindset cahpondokkan yang original dan genuine (asli dan murni cara berpikir nya) mungkin akan punah namun tetap akan ada. Termasuk munculnya kejadian yang akhirnya terhubungkan oleh firasat, dugaan dsb yang masing masing memiliki keunikan sendiri.

Komplek Ponpes Jamsaren sekarang

Entah bagaimana, timbul keinginan untuk menuliskan sebuah perkenalan menjadi sebuah perwujudan yang berkesinambungan. Apa itu ?. Yakni perkenalan cahpondokan dengan salah satu peserta aktif di majelis alm Habib Muhamad Anies (majelis rouhah/ siang) di masjid Riyadh Gurawan Pasar Kliwon Solo. Beliau asalnya dari Solo Utara, dan tiap waktu tertentu ziarah ke makam alm KH Idris Jamsaren, serta belum kenal alm KH Ali Darokah (cucunya) apalagi nama alm KH Abu Amar (menantu KH Idris) atau penerusnya. Termasuk Jumat pekan lalu, beliau mengajak cahpondokkan berziarah ke makam alm KH Idris di komplek TPU Makam Haji, karena sesuatu hal terpaksa cahpondokkan tak bisa ikuti acaranya. Beliau diantara murid murid (santri) Thariqot Sadzily yang masih eksis dan berjalan majelisnya saat ini. Tentu nama besar alm KH Idris Jamsaren tak bisa luput dari kalangan itu. Sebagaimana bila dibuka sejarah perjuangan Indonesia via videonya alm KH Maemun Zubeir, nama Jamsaren Solo serta alm KH Idris selalu beliau sebutkan (silakan browsing sendiri ya sobat.....).

Dalam setiap perhelatan ahlen (semacam syawalan) di lingkup keluarga Jamsaren memang nama alm KH Idris yang juga pejuang langsung (mujahid nasional muslim) dari kalangan pondok pesantren. Bahkan beliau sempat vakum kurang lebih 30 tahun tak aktif mengurus ponpes Jamsaren yang sudah tegak sejak tahun 1870 an itu. Tentu ini menjadi menarik, kenapa ?. Ternyata kyai tariqot yang mindsetnya mengarah ke dunia tasawwuf, kok kenapa bisa menjadi mujahid (pejuang) dan berhadapan dengan kolonial Belanda. Mungkin sedikit agak bias bahkan janggal kah ?. Tentu tidak, sebab para penikmat kitab Al Hikam nya Imam Attoilah yang kajiannya juga mulai menurun, justru amat dekat dengan nilai nilai perjuangan bila itu bicara sebuah tema jihad dalam arti Qital (perang fisik). Sebut saja penaklukan Syam (Palestina), para pejuang muslim sebelum terjun di medan laga digembleng dengan kajian Ihya' Ulumudin nya Imam Ghozali yang mungkin para muhadditsin (ahli hadist), masih anggap Imam Ghozali belum sebagai Mujtahid. Namun ternyata dari karya beliau yang monumental cukup bisa membangkitkan semangat kepada mereka yang kebetulan ada di medan laga (qital).

Mindset cahpondokan musti adil, bagaimanapun para Salaf (pendahulu) sudah menorehkan karya karya yang besar meski disana sini ada kekurangan, akan tetapi tetap mengedepankan sisi sisi positif yang telah para Salaf tinggalkan atau ukirkan termasuk Walisongo (wali-9) di tanah Jawa, 

Dari pertemuan dengan mereka yang masih melanggengkan baik amalan, tatacara, majelis penerus alm KH Idris Jamsaren yang barangkali keluarga besar sendiri (kemungkinan) malah belum bersentuhan dengan kalangan tersebut, ada baiknya ini cahpondokan tempatkan sebagai tulisan perdana, tepat sepekan cahpondokkan diajak berziarah ke makam beliau di Makam Haji, namun karena ada keperluan maka mereka akhirnya pergi dengan kawan kawannya sementara cahpondokkan cukup pantau via komunikasi WA dan beliau menyatakan cukup terima kasih masih bisa bersambung dengan satu diantara keluarga besar alm KH Idris Jamsaren.