Bukan yang pertama komunitas Muslim kumpul dalam jumlah besar di Solo. Al Islam di awal awal perkembangannya pernah menjadi tuan rumah menjembatani mereka yang bervariasi pergerakan saat itu, tepatnya sebelum kemerdekaan RI tahun 1945. Info ini ada di buku sejarah Al Islam yang cahpondokkan dapatkan saat reuni besar 2017. Kebetulan buku ini maseh tersimpan di rmh alm Salimi, yang saat itu baru baca sekilas. Dipinjam almarhum karena beliau ingin memfotocopy, ternyata penyakit yang diderita akhirnya membawa akhir hayatnya. Ingin membaca lebih detail, rumah masih terkunci sementara istri almarhum sudah move luar Solo mungkin kota asal nya Temanggung. Jadi buku tab masih di rumah alm. Salimi Laweyan, Dan belum bisa diambil. Almarhum putra tokoh Solo dimasanya yakni alm Abbas yang pernah mukim di Timur tengah kurang lebih 17 th dan mengajar bahasa arab di beberapa lembaga pendidikan di Solo.

suasana pembukaan muktamar : sumber tribun solo

Sepekan ini kumpul komunitas Muslim nasional dan sebagian Muslim internasional berada di Solo dengan agenda : haul Habib Ali Pasar Kliwon yang ke 111,  peresmian masjid Agung Syeh Zayed, Muktamar Muhamadiyah ke 48. Ketiga aktivitas dengan spektrum berbeda namun secara ruhiyah sama yakni silaturahim  sekaligus mengenang para tokoh yang sudah mengisi sejarah di Indonesia. Kecuali peresmian masjid, yang murni bilateral 2 negara.

Ada yang berbasis massa dengan konsep mahabbah (kecintaan kepada dzuriyah rasululloh SAW), satunya berbasis indtitusi negara, terakhir organisasi yang teratur dan mapan bahkan asetnya terkaya di dunia (lebih dari 300 T). Muslimin yang biasanya rayakan haul dekat dg ormas NU meski habaib sendiri amat independen (miliki jam'iyyah yang bernama Rabithah Alawiyah), yang muktamar jelas ormas Muhamadiyah. Sedang institusi jelas negara dalam hal ini yang disimbolkan dengan hadirnya kedua pemimpin tertinggi yakni Indonesia dan Qatar.

Sejenak mari kita simak sebuah hadist dalam Riyadus Salihin akhir Bab Tawakkal, jilid-1 berikut ini.

hadist riyadus salihin akhir bab tawakkal

Coba perhatikan kebijakan rasululloh SAW menghadapi komplain salah seorang Dari 2 saudara, satu suka ngaji (menghadap rasululloh) sementara satunya suka bekerja. Yang suka kerja tidak terima saudaranya hidmat dengan ngaji saja. Jawaban rasululloh SAW jika menyalahkan yang ngaji, tentu juga tak bijak sebab sahabat tsb meluangkan waktu juga tenaga serta biaya (hanya tidal nampak atau lazim dg sebutan bathiniyah). 

Sementara yang kerja, tentu ada upah yang nampak (lahiriyah). Bisa jadi inilah diantara konsep lahirnya ormas ormas yang akhirnya menginduk pada NU (suka ngaji, dan olah batiniyah). Sementara satunya Muhamadiyah, yang memang nampak dengan amalan nyata (usaha) yang ditandao dengan khas sahabat itu yakni suka kerja dg giat.

Dan saatnya panen saat ini, baik NU Dan Muhamadiyah tentu para pendiri tak akan mungkiri hadist tsb, meski bukan ranah perintah juga larangan. Justru Insan yang dengan hikmah yang cukup bekal, bahwa sabda Nabi SAW akan ridho dg keduanya. Dan itu sekarang ada di Indonesia. Masing masing juga telah melewati 1 abad (100 tahun). Satu dengan banyaknya pondok pesantren, satunya dengan amal usaha (kerja nyata) bahkan tak tergantung dengan subtitusi (bantuan pemerintah).

Satu lagi sebagai penutup, para pendiri ormas besar ini pernah menjadi murid dari keluarga besar alm Habib Ali Al Habsy saat menjadi mufti besar Makkah (yang belum lama adakan haul sepekan sebelum muktamar) di kota yang sama. Sehingga kumpulnya acara haul dan muktamar seolah seolah reuni besar melewati masa panjang 1 abad, dan terjadi di pekan (waktu) yang hampir sama yakni Solo.Haul kemarin adalah haul ke 111, sementara Muhamadiyah sudah terkenal dengan slogan 1 abad berkiprah. Hampir bersamaan dari sisi usia sebuah perjalanan yakni melewati masinh masing 1 abad (100 th).


Wallohu A'lam