Kok bisa ?......sabar juragan dan kanjeng pembaca budiman. Kasusnya kemarin terjadi seputar wilayah Beji (dekat sidoarum tempat kami beridul adha di wilayah Godean Jogja). Adik ipar jadi salah satu panitya penyembelihan hewan kuran di kampungnya yang kebetulan memang dekat dengan pondok nya kaum nahdiyyin. Jumlah kurban di dusun itu tak banyak, 3 hewan kurban sapi dan beberapa kambing. Kebetulan yang sapi ada kejadian yang menurut kyai setempat belum syar'i (belum lengkap syarat menjadi daging kurban) yakni 3 urat saat pemotongan baru 2 yang terpotong. Ketika yang ketiga mau dipotong ternyata kondisi sapi sudah mati, alias menjadi bangkai. Panitia dan warga pun langsung bereaksi atas kejadian itu. Ada 1 orang tokoh, kebetulan dari kubu (ormas) yang beda menyatakan bahwa itu tetap syah disebabkan ada insidential (diluar dugaan yang tak sengaja). Bisa jadi karena saat pemotongan kedua terhadap urat itu tertutup darah. Sementara tenaga potong, menyatakan tetap syah syah saja karena faktor pekerjaannya dan kebiasaannya. Namun tindakan itu tetap dinyatakan tak syah oleh tokoh (kyai) yang jadi panutan di dusun setempat.

satu atraksi macan di gembiraloka jadi perhatian

Beliau sang kyai nyatakan, bahwa itu daging sembelihan sudah menjadi bangkai (bahasa ayat : maitah). Beliau berpendapat, kurbannya syah karena sudah membeli hewan kurban, akan tetapi dagingnya sudah tak layak bagi. Dengan kata lain serahkan saja kepada hewan hewan di kebun binatang. Jika tetap akan dibagi dengan kondisi itu, maka sang kyai tak mau bertanggung jawab. Tentu dan pasti mereka yang ber-7 orang Mudhohhi (yang berkurban agak kecewa berat) akibat keputusan tersebut. Namun bagaimana lagi, karena sesepuh panitya sudah mempercayakan pada kyai setempat. Akhirnya dengan aklamasi, daging tersebut yakni sapi utuh (glondhongan : bahasa jawa) dibawa ke pengurus kebun binatang Gembiraloka dengan nitip ongkos pengkulitan (mbetheti : bahasa jawa) @orang : 100 rb. Maksimal 5 personal. Tentu saja hari ini dan mungkin seterusnya keadaan ini akan menjadi buah bibir yang hangat, karena kawasan masih perdusunan. 

Terus terang, bisa jadi hal demikian akan terjadi di berbagai tempat dan langsung diputuskan tak mengapa oleh sebagian personil panitia atau bahkan tokoh yang tahu akan agama (baca syariat). Jikalau keadaan sapi agak sedikit ngamuk, sedikit stres itu keadaan yang masih wajar. Sebaiknya memang sebelum pelaksanaan ibadah kurban antara calon pengurban (mudhohhi) dan pengurus masjid jika itu bergabung dengan masjid  diadakan semacam kursus atau kajian yang membahas tentang itu, Sebab banyak musliin yang tahunya, sudah urun (menyerahkan) dana akan tetapi keadaan detail demikian belum bahkan tidak diketahuinya. Sementara para pakar (ahli) di bidang ini di era saat ini sudah cukup banyak. Ada bebarapa gabungan ustadz yang menjadi relawan untuk memberikan info dan penjelasan seputar kurbanpun dengan suka rela. Tak lain tujuannnya agar ibadah yang berupa penyembelihan kurban sudah sesuai syariat islam tak cukup dengan hanya menyerahkan dana (uang) kepada panitia sekaligus untuk pembelajaran kegiatan kegiatan yang akan datang.