Al Islam di Solo sebuah lembaga pendidikan di tengah tengah sesuatu yang sudah besar karena multi aktivitas dengan jangkauan yang luas seperti NU dan Muhamdiyah yng ada di Solo. Al islam mengkhususkan pada domain pendidikan dasar, cukup sampai Sekolah Lanjutan Atas. Tiap sekolah mirip ponpes, ditemani sebuah masjid untuk siswa siswi yang bersekolah. Sesuai pengalaman dan pemahaman cahpondokkan yang kebutulan memang diantara keluarga besar pendiri/ perintis dari alm KH Abdussomad ada fiture fiture yang memang khas selama penulis ikuti metode pengajarannya baik di rumah atau pondok, menjiwai seiring perjalanan alm KH Abdusomad Nirbitan. Dalam hal keluasan pemikiran beliau bersikap menerima sesuatu atau beberapa hal asal itu berasal dari 2 sumber utama termasuk kaidah kaidah dari ulama ulama sebelumnya. Bahkan saat  ibunda masih hidup pernah ceritakan, bahwa tahlilan yang pernah dijelaskan kyai yang kompeten dengan tahlilan itu, tidak bertentangan dengan sumber utama dan kaidah ulama ulama  dan beliau mengiyakan, karena Ulama adalah juga pewaris para Nabi Rasul meskipun beliau juga belum atau tidak melakukan. Sebagaimana blog ini pernah utarakan dengan judul ini . Yang pasti beliau almarhum sempat membuka majelis pengajian Al Muwatho' kitab-1 masuk tipe kitab kuning yang ada dalam khazanah Islam. karya Imam Malik itu jelas amat berpengaruh terhadap para penganut madzab Maliki, meski Imam Malik sendiri mashur dengan mengatakan : semua perkataan tidak boleh diambil sebagai sumber kecuali yang di makam itu (sambil menunjuk makam rasululloh SAW)

logo yang khas dan dikenal untuk Al Islam

Apakah beliau alm KH Abdusomad Nirbitan otomatis bermadzab Maliki karena mengajarkan Al Muwatho' nya Imam Malik ?. Tentu tidak harus begitu jawabannya, yang pasti beliau paham cara menghormati dan beristimbath (ambil dasar) dengan karya karya besar ulama sebelumnya. Bahkan saat mengajarkan santri santri di Nirbitan materi Tajwid cukup dengan kitab lokal edisi ponpes ponpes lokal saat itu, sekelas dengan Ibris nya alm KH Bisri Musthofa Rembang. Penulis sempat khatam dengan materi ini bahkan metode semakkan langsung dengan beliau terapkan pada cahpondokkan sebelum tampil di umum (biasanya sebagai qori' untuk pengajian kampung Tipes). Akhirnya penulis musti belajar Qiroah karena trend saat itu, beliau pun mengizinkan. Ada 2 guru utama qiroah ini : Drs Arifin, alumnus UNS di masjid Nur Rohmah Kartotiyasan dan sekarang mukim di Jombang, Ibu Muslimah Banjar yang mendidik Qori' Qori' Surakarta sebut saja nama nama : Muhamad Jamil, Muhammad Imron. Bapak Jamil masih punya jadwal di masjid Fatimah Danar Hadi Solo meski untuk jumatan saja.

Dari sisi keilmuwan, beliau sangat terbuka dengan siapa saja bahkan pengasuh masjid Al Abror Gumuk, meskipun tidak sering namun berkala silaturahim ke almarhum dimaklumi Ust Mudzakir sudah landing majelisnya sejak era 80 an (penulis masih SMP). Saat itu di Gumuk sudah berjalan majelis : Bulughul Marom oleh alm KH Zaed, Bukhory oleh KH Mudzakir. Kitab Bukhory ini pun masih cahpondokkan pakai saat ikuti majelis masjid riyadh (habaib). Di Nirbitan sendiri sudah landing baik : tafsir kalau tak salah Jalalain, tajwid, semakkan santri santri juga majelis riyadus salihin (khusus anak anak pondokkan). Belakangan cahpondokkan teruskan majelis itu dengan 3 materi yakni pembacaan : Bukhory, Riyadus salihin, sesekali Jalalain dan Muroh Labib nya Imam nawawi Al Bantani di masjid Al Huda Nirbitan. Bagi yang sudah alami majelis majelis apapun namanya terutama bidang Hadist, tentu akan tahu dan takdzim (menghormati) perowi perowi yang disebutkan dari berbagai kitab klasik tsb. tak perlu diragukan lagi baik itu sahabat, tabiin (yang bertemu sahabat), tabiut tabi'in (bertemu tabi'in), tabiut tabiut tabi'in dst hingga Imam Muhadist ybs spt Imam Bukhory, Imam Ahmad, Imam Turmudzi dll. 

channel kajian bukhori gumuk oleh ust abu zaidan

Di masjid Al Abror Gumuk bahkan sudah khatam Bukhori untuk 4 jilid 7562 hadist dalam sahih Bukhory dan sekarang diulang sampai hadit ke 4000 an lebih (kitab maghozy, kitab jihad perang). Sekali lagi para peserta, pendengar pasif, sekedar hadir saja di majelis hadist akan sangat paham bagaimana berakhlaq dengan mereka mereka yang tersebut dalam kitab itu sebagai jalur sanad (dapatnya hadist). Penulis pun pernah ikuti majelis Bukhori dari kalangan Salafy di Jogja di komplek UGM Jogja, tak perlu persoalkan masalah beda pandangan poltik dengan narasumber dr Salafy saat itu, karena yang dibawakan Sahih Bukhori. Bisa beda urusan ini, itu namun sama baik materi hadist itu sendiri (matan) juga tentang jalur  periwayatan (sanad) itu dari para sahabat sahabat Nabi SAW hingga tabi'in dan seterusnya hingga Imam Bukhory sebagai penyusun kitab hadist. Inilah keistimewaan majelis Bukhory, siapapun yang jadi narasumber tidak akan berpengaruh meski latar belakang berbeda. Karena nantinya akan ada kesamaan kesamaan selama materi itu disampaikan yang sumbernya dari Sahih Bukhori. Keistimewaan lainnya, untuk menjadi sanad khususnya Bukhori seleksi nya cukup ketat dengan syarat syarat yang cukup berat pula seperti  (hafalan, akhlaq, adab, background kehidupan dll).

Inzet : video kyai Manaf yang tersebar di kalangan grup grup al islam hari ini

yang disampaikan perlu klarifikasi dg ybs

Tanpa hujan tanpa angin, tiba tiba ada pernyataan dari majelis yang kebetulan di lingkungan perguruan Al Islam yakni masjid At Taqwa komplek SMA Al Islam ada narasumber yang sangat jelas membuat statemen yang potensial membikin kurang bagus dan kondusif  untuk umat islam Solo serta apakah sudah tabayyun  bahwa majelis masjid Al Abror Gumuk itu mengingkari para sahabat sahabat Nabi Muhammad SAW kecuali hanya bebebrapa saja seperti : Salman Al Farisi RA, Imam Ali RA, Fatimah RA putri rasululloh SAW ?. Tentu sebelum terlanjur labih jauh, karena cahpondokkan juga pernah mendengar ceramahnya baik di masjid Baitul Makmur Solo Baru, masjid Taqwa Honggowongso serta Masjid Istiqomah oleh Ust Tengku Azhar (rintisan Hamzah Sungkar alm). 

Kalangan Yayasan Al Islam musti memberi rambu rambu karena itu berada di wilayahnya, agar kajian sebatas pada kitab nya saja yakni Aqidah Washithiyah, tanpa menyinggung majelis majelis lain yang dirasa masih ada khilafiyah dengan beliau atau bahkan berseberangan. Khilafiyah itu ranahnya bukan konsumsi publik, sebab itu sudah ranah alim ulama, kyai, ustadz, habaib serta kalangan awam rasanya belum pantas mencerna informasi yang baru satu arah dari narasumber yakni dari kajian masjid At Taqwa. Jika awam menerima apa adanya, lalu menjadikan itu sebuah kesimpulan, rasanya ada madhorot yang cukup besar dibandingkan manfaatnya. Karena persoalan beda pandangan itu menuntut kedalaman lintas disiplin yang jelas jelas itu tidak boleh menjadi beban publik (pendengar, penggemar, sekedar mampir) di majelis.

فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً…..

Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (iaitu al-Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari Kiamat. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik kesudahannya” (an-Nisa 4: ayat ke 59)

lintas tokoh solo bertemu (akhir ramadhan '21)

Penulis sendiri, sering ke masjid At Taqwa, Istiqomah Penumping dan lain lain karena ceramah dari narasumber mutaakhhirin (saat ini) terkadang menyampaikan video, informasi baru yang cukup manfaat seputar dunia islam baik domestik dan luar negri, adalah sesuatu yang sulit didapat di tempat lain apalagi di media ceramah model peringatan peringatan hari besar islam (PHBI). Ibarat barang jualan, minusnya tinggal satu itu saja, yakni tak perlu atau segera  hentikan sesuatu yang menyinggung lingkup keluarga besar Al Islam, karena di Gumuk sendiri ma'hadnya memakai nama Al Islam mungkin ingat jasa jasa pendahulu seperti alm KH Abdurozaq Gumuk sebagai guru senior saat itu yang juga bagian dari guru guru awal awal saat Al Islam mulai merangkak dari bawah. Ini sebagai simpati dan masukan buat pengelola Al Islam dimana alm KH Abdusomad Nirbitan berperan, dan cahpondokkan meski sempat menemani usia usia sepuh beliau termasuk akhir hayat beliau, agar aset fisik serta ajaran ajarannya tidak tercampur dengan perdebatan atau perselisihan yang tiada ujung pangkalnya yang justru mereka mereka itu bukan dari alumni Al Islam. Inilah melatar belakangi tulisan Al Islam Untuk Semua Kalangan. 

Tentu secara adab dan akhlaq, siapapun yang pernah berjasa mengisi, memakmurkan, mengelola dan meneruskan kegiatan kegiatan, hingga yang bersekolah pun serasa dekat hubungannya dengan Al Islam.  Bahkan ust KH Mudzakir sendiri pernah meluangkan waktu untuk pembekalan  guru guru lingkungan Al Islam  menjelang ramadhan di gedung SMP Al Islam Nirbitan. Belum lagi para pendahulu yang berasal dari keluarga Gumuk juga ada dari staf, guru, hingga kepala sekolah. Bilamana ada hal yang memang ada ketidakcocokan dengan narasumber yang mengisi kajian di masjid At Taqwa saat ini, bukan berarti langsung memberikan pernyataan, statemen dan semisalnya yang menimbulkan kegaduhan yang rentan resiko buat publik yakni permusuhan, perpecahan di kalangan umat islam Solo. Bagaimanapun peran dari keluarga Gumuk cukup significant bahkan chanel kajian online nya, masih konsisten dengan nama Al Islam. Baik media online, TV dll.

Demikian sekapur sirih dari hamba yang dhoif ini, yang memang selalu menyimak, mengikuti beberapa kajian baik lingkup Al Islam dan sekitarnya serta majelis majelis yang masih ada. Sebagiannya itu adalah hasil rintisan para pendiri Al Islam, termasuk para sahabat sahabat sahabat pendiri saat itu yang juga mulai tumbuh seperti majelis : penumping (Hamzah Sungkar), ta'mirul (Naharus Surur), ngruki (ust ABB yang saat ini masih sehat wal afiat), mangkuyudan, winongan, darussalam dll . Yang sekarang sebagai penerus adalah generasi terbaik, sementara yang merintis sebelumnya tetap tidak bisa dilupakan. 

Bisakah seorang yang mengaku muslim apalagi mukmin, mencintai baginda Nabi Muhammad SAW namun mengingkari para dzurriyah (turunan/ nasab) nya ?. Atau malah terbalik, mencintai dzurriyah nya tapi melupakan pendahulu/ datuk nya yakni baginda Nabi SAW ?. Jika ini yang terjadi apalah bedanya dengan : mencintai sebagian, di sisi lain mengingkari sebagian ?

Mungkin inilah sebagai kalimat penutup yang agak pas mengingat perkembangan perkembangan majelis di Solo saat ini, kian tumbuh dan menggembirakan, namun disisi lain ternyata masih ada rasa yang menjadikan sedikit ghill (tidak enak, dan semisalnya) tentu saja akan berpengaruh secara keummatan di kemudian hari. Tak lupa sebagai insan biasa masih ada kekurangan disana sini dalam menyampaikan tulisan ini, akan tetapi silaturahim dan membina ukhuwah sesama muslimin di Surakarta , itu juga tak akan kalah pentingnya.

Wallohu A'lam