Namanya tradisi adalah sebuah kebiasaan yang berlaku dan diakui secara umum adalah baik ('urf), dan bila di pesantren berarti sebuah komunitas atau kalangan yang amat khusus, meski tidak semuanya akan tetapi sudah mulai tergusur. Kenapa demikian ?. Barangkali sekarang pondok pesantren mengindukkan pada lembaga (baca pemerintah) sehingga akan pupus pelan pelan pelan, beberapa tradisi yang ada seperti tegas dalam mengajak sholat berjamaah, mengaji bersama, cek ricek hafalan, olah raga dan juga kerja bakti. Pengamatan yang paling baik adalah di lingkungan terdekat atau lingkungan yang berada di depan mata secara harian. Pola yang berubah bisa jadi akibat tradisi pemikiran yang berubah pula sehingga kondisi ponpes harus dijaga kenyamanannya. Justru inilah bumerang awal itu muncul.

suasana rehab sebuah masjid dan pesantren

Sebagai kyai sepuh yang cahpondokkan masih mengamati langsung, beliau alm KH Abdussomad Nirbitan melibatkan para siswa siswa (santri) terlibat dengan kegiatan muamalah (diluar sekolah) secara langsung. Ini sebuah sampling lama, namun menjadi kesan yang mendalam dan cukup menjadi bahan pembentukan karakter para santri sekaligus siswa (mondok untuk ngaji) dan sekolah untuk ilmu ilmu umum dalam hal ini lingkup SMP dan SMA dibawah naungan Al Islam. Di sekolah urusan pengurus sekolah baik guru dan kepala sekolah. Di rumah (baca Nirbitan) sudah berlaku aturan aturan yang internal dan terkadang hasil kesepakatan para pengurus pondok (ketua kamar dan pengurus harian). Sekali lagi ini sampling zaman old, dan jika ada pelanggaran aturan, maka akan dilihat dari sudut mana pelanggaran itu berada. Terkadang masalah siswa masih saja terbawa di lingkungan ponpes saat siswa itu menjadi santri di rumah. Dan hal hal yang masih lazim dan biasa, karena siswa juga makhluk sosial. Ada hubungan sebab akibat atau hubungan yang netral tanpa keperluan,

Apa yang seakan akan mulai hilang ?. Tulisan Tradisi Pondok Yang Mulai Hilang oleh cahpondokkan diangkat sebagai bahan, karena jiwa santri dan siswa mulai bergeser. Jika urusan kebersihan yang jadi slogan : kebersihan sebagian dari iman, sudah tergantikan oleh para office boy atau tenaga musiman.  Ketua atau Lurah, juga mengangkat orang lain sebagai tenaga semacam outsourcing. Guru atau ustadz juga sebagian besar diambil dari kalangan luar. Peran dari keluarga yang potensial, meski tidak bisa mengajar akan tetapi menjumpai perintis atau pendiri itu ibarat : sanad awal, sangat menyaksikan bagaimana perintis itu memperlakukan para santrinya. Ini juga mulai luntur.  Tidak salah bila cahpondokkan sempat miliki buku runtuhnya singgasana kyai yang disusun mahasiswa muda IAIN Jogja sangat berdasar. Beberapa pengurus yang memperlakukan ponpes bak lahan usaha saja (secara material) sudah menafikan para kalangan kalangan yang sempat bertemu dengan pendiri atau perintis. Ibarat dunia kenabian, sudah menafikan peran para sahabat sahabat Beliau SAW meski saat bertemu kenabian masih kanak kanak. 

Jika Rasululloh SAW memperlakukan para sahabat sahabat dengan bijak baik anak anak, muda, juga yang tua dengan berbeda beda. Sekarang muslimin saksikan betapa peran Anas Bin Malik RA sejak anak anak hingga 10 th ikut Nabi Muhammad SAW, bagaimana hasilnya. Juga Abu Hurairoh RA yang tidak sampai 5 th bersama rasululloh namun riwayatnya mendominasi kalangan sahabat awal awal?. Bagaimana seperti Imam Ali RA yang kanak kanak sudah masuk Islam bahkan pernah menjadi tumbal nyawa saat akan hijrah ?. Pendidikan atau tarbiyah inilah yang mulai luntur atau kikis, sehingga hubungan yang terjadi adalah semacam hubungan 1/2 bisnis. Para pengguna sudah membayar,tinggal menikmati fasilitas. Belum ada pengertian bahwa antara santri atau siswa harus terjadi hubungan semacam saling memiliki, sehingga ada aturan dan jalinan khusus yang itu bisa dirumuskan oleh mereka yang masih menjumpai atau ketemu dengan perintis atau pendiri. Jika peran ini lewat ? yaah.....Taqobbalooh Minna Wa Minkum saja sobat. Ponpes akan berubah seperti toko atau ladang usaha saja. Efek dan faktor adab akhlaq serta tradisi tradisi yang membuat sifat ketawadhu'an akan hilang bahkan sirna ditelan masa serta zaman. Sementara Rasululloh SAW menanamkan rasa memiliki ajaran islam dan menjaga nya secara berkesinambungan menjadi tonggak utama.

Tradisi yang masih sempat disaksikan cahpondokkan saat itu baik generasi pertama (pendiri) hingga penerus (generasi kedua) efektif masih berjalan di lingkungan ponpes Nirbitan yakni, siswa atau santri dilibatkan dalam menjaga kelangsungan baik sarana prasarana serta pelajaran ala pondokkan yang masih berlangsung. Bahkan hasil yang menggembirakan, kolaborasi kalangan santri dengan muda mudi kampung setempat bisa membentuk organisasi atau kelompok yang anggotanya gabungan muda mudi kampung (baca Tipes) dengan sebagaian santri yang monumental dengan nama MUMIT (Muda Mudi Islam Tipes) yang anggotanya saat ini menjadi tonggak (takmir) beberapa masjid di lingkungan Tipes. Walaupun hanya berumur jagung, namun manfaat langsung masih membekas di kalangan muda mudi kampung setempat. Minimal antar mereka berkelanjutan hingga anggota pria menikah (berjodoh) dengan anggota wanita. Jelas lah tidak salah pilih, karena sejak awal anggotanya dibina salah satu dari santri Pondok Nirbitan yang sekarang jadi KepSek di sebuah sekolah di Sulawesi dan pernah sekali mampir ke Nirbitan. Dan setiap melaksanakan aktivitas, demikian Mas Kadar sang ketua saat itu selalu berkonsultasi dengan sesepuh yang ada di pondok Nirbitan dan kebetulan cahpondokkan sering ikut kegiatannya. 

Barokallohu Lakum Mas Kadar Sulawesi